Ada apa dengan kalimat Fastabiqul Khairat? Ketika memperhatikan Immawan
maupun Immawati mengakhiri sebuah majelis, biasanya kalimat Fastabiqul Khairat
selalu muncul di belakangnya. Usut punya usut, ternyata kalimat ini berasal
dari potongan ayat dalam Al Qur'an (Al Baqarah 148)
وَلِكُلٍّ وِجْهَةٌ هُوَ مُوَلِّيهَا فَاسْتَبِقُواْ
الْخَيْرَاتِ أَيْنَ مَا تَكُونُواْ يَأْتِ بِكُمُ اللّهُ جَمِيعاً إِنَّ
اللّهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
[Dan bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya (sendiri) yang ia menghadap
kepadanya. Maka berlomba-lombalah kalian (berbuat) yang terbaik. Di mana
saja kalian berada pasti Allah akan mengumpulkanmu semua (pada hari kiamat).
Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.]
Fastabiqul khairat secara Harfiah memiliki arti berlomba-lomba dalam
kebaikan. Manusia diperintahkan untuk berlomba dalam berbuat kebajikan
terhadap manusia dan alam sekitarnya.
Yang namanya berlomba-lomba itu berarti siapa lebih cepat,
“fastabiqul” bermakna berlomba adu cepat dan “khairat” itu berarti lebih
baik. Jadi memang siapa lebih cepat (dalam mengerjakan kebaikan) maka
dia lebih baik (dari muanusia lainnya) dan karenanya maka disukai oleh
Allah SWT, sebaliknya yang menunda-nunda dan lambat dalam mengerjakan
kebaikan akan kurang disukai oleh Allah SWT apalagi yang sampai tidak
mau mengerjakan suatu kebaikan, perintah Tuhan dan menjauhi larangannya
(amar ma’ruf nahi munkar) sangatlah dimurkai oleh Allah SWT.
Lalu apa kaitannya dengan IMM?
Ya, pertanyaan tersebut kemudian muncul, mengapa IMM menggunakan kalimat
tersebut? Hakikat dari "Berlomba-lomba dalam kebaikan" adalah terus
berupaya melakukan kebaikan sebanyak-banyaknya. Kebaikan-kebaikan tersebut
kemudian dikaitkan dengan Tri Kompetensi Dasar yang membingkai arah gerak kader
IMM.
Salah satu contoh dalam dunia perkuliahan adalah dalam Intelektualitas. Seorang
kader IMM sudah semestinya memiliki pengetahuan yang lebih daripada yang lain. Pengetahuan
di sini dapat berupa pengetahuan akademik ataupun non akademik. Pun demikian
halnya dalam hal Humanitas, sikap toleransi dan kepedulian sosial kader IMM
harus lebih dari yang lainnya. Ketika kehidupan digilas oleh roda Globalisasi
yang menyebabkan perilaku individual semakin tinggi, bukan berarti kader IMM
harus terjagkit gejala yang sama yakni individual.
Terlepas dari kebaikan-kebaikan yang lebih cenderung kepada hal yang
bersifat duniawi, tidak terlupakan juga sesuatu yang sangat penting, yaitu
religiusitas. IMM akan selalu berkaitan dengan Muhammadiyah. Dan tentu saja ketika berbicara seputar Muhammadiyah,
hal terdekat yang akan dibahas adalah Islam. Islam mengajarkan kepada umatnya
untuk selalu mensejajarkan antara urusan dunia dan akhirat. Artinya ketika
urusan-urusan dunia telah dipenuhi, jangan lupa untuk memenuhi urusan akhirat
pula. Maka dari itu, seorang kader IMM juga harus unggul dalam hal
religiusitas. Hubungan vertikal dengan sang pencipta harus selalu berprogres.
Sudahkah Kader IMM berfastabiqul Khairat?
Manusia adalah makhluk Allah yang paling sempurna. Ia diberikan akal, pikiran,hati
dan juga nafsu yang memungkinkannya dapat
melihat dan meniti jalan yang benar. Terlepas dari itu semua, sesungguhnya
manusia hanyalah makhluk kecil ciptaan Allah yang berada di bawah Kuasanya. Manusia
selalu memiliki naluri untuk menuju kepada kebenaran, akan tetapi, nafsulah
yang sering kali membelokkan langkahnya.
Pun demikian halnya dengan kader IMM. Mereka hanyalah manusia seperti yang
lainnya. Ketika ditanya sudahkah Kader IMM berfastabiqul Khairat. Jawaban paling
tepat adalah masih dalam proses. Ya, mengapa demikian? Manusia pada umumnya
memiliki kadar keimanan yang fluktuatif. Ada kalanya dengan semangat yang
menggebu-gebu untuk selalu berlomba-lomba dalam kebaikan. Tetapi, ada kalanya
semangat itu menurun karena berbagai faktor.
Terlepas dari semua itu, dengan segala upaya penyemangat dari rekan-rekan
yang lain, semangat untuk berfastabiqul khairat akan terus tumbuh dan
berkembang. Itulah makna ikatan yang sebenarnya. Saling tolong menolong dalam
kebaikan dan taqwa, saling mengingatkan dan sling menguatkan.
Kebaikan dalam wujud apapun datangnya dari Allah SWT itu sifatnya
pasti dan hakiki tidak bisa dibantah dan ditawar lagi, sehingga manusia
diberi tugas untuk menyebarkannya dan tidak mungkin bisa dikalahkan.
Sedangkan keburukan dengan segala konsekuensinya baik yang tampak maupun
yang tersembunyi sudah pasti datangnya dari syaitan dan itu juga sudah
jelas walaupun bentuknya bisa saja disamarkan seolah merupakan kebaikan
dan kesenangan, namun kewajiban manusia harus selalu mewaspadai,
menyadari (menginsyafi) dan menjauhinya agar tidak terjerumus lebih jauh
lagi kedalam langkah dan tingkah laku dari kehidupan syaitan tersebut.
Berfirman Allah SWT:
” Barang siapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarahpun, niscaya
dia akan melihat balasannya. ‘ Dan barang siapa yang mengerjakan
kejahatan seberat dzarahpun, niscaya dia akan melihat balasannya pula.”
(Qs Az Zalzalah ayat 7-8)
Billahi fii sabilil haq, fastabiqul khairat....
Wassalamu’alaykum wr.wb.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar