Sabtu, 12 Oktober 2013

IDEOLOGI IMM

IDEOLOGI GERAKAN
IKATAN MAHASISWA MUHAMMADIYAH
Pengantar
Sebuah identitas yang bisa membedakan IMM dari organisasi-organisasi lain di saat organisasi-organisasi kepemudaan yang lain mulai terperosok pada jerat kekuasaan dan politik vertical, IMM tetap bersih dan selalu berusaha bersih.
Ketika situasi nasional mengarah pada demokrasi terpimpin yang penuh gejolak politik di tahun 1960-an, dan perkembangan dunia kemahasiswaan yang terkotak-kotak dalam bingkai politik dengan meninggalkan arah pembinaan intelektual, beberapa tokoh angkatan muda Muhammadiyah seperti Muhammad Djaman Alkindi, Rosyad Soleh, Amin Rais dan kawan-kawan memelopori berdirinya Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) di Yogyakarta pada tanggal 14 Maret 1964.
Sejak awal berdirinya, IMM sebagai ormas mahasiswa Islam terlahir dari kelompok sosial keagamaan dengan identitas yang jelas. IMM terang-terangan mengusung nama Muhammadiyah. Sebagai organisasi otonom (ortom) Muhammadiyah sifat dan gerakan IMM sama dengan Muhammadiyah yakni sebagai gerakan dakwah Islam amar ma’ruf nahi mungkar. Ide dasar gerakan IMM adalah; Pertama, Vision, yakni membangun tradisi intelektual dan wacana pemikiran melalui intelectual enlightement (pencerahan intelektual) dan intelectual enrichment (pengkayaan intelektual). Strategi pendekatan yang digunakan IMM ialah melalui pemaksimalan potensi kesadaran dan penyadaran individu yang memungkinkan terciptanya komunitas ilmiah.
Kedua, Value, ialah usaha untuk mempertajam hati nurani melalui penanaman nilai-nilai moral agama sehingga terbangun pemikiran dan konseptual yang mendapatkan pembenaran dari Al Qur’an. Ketiga, courage atau keberanian dalam melakukan aktualisasi program, misalnya dalam melakukan advokasi terhadap permasalahan masyarakat dan keberpihakan ikatan dalam pemberdayaan umat.


Ideologi IMM
Upaya memahami ideologi gerakan IMM merupakan hal yang sangat penting. Apabila ditelisik, persoalan ideologi merupakan pusat kajian ilmu sosial. Namun hingga kini, kajian tentang ideologi khususnya dalam gerakan mahasiswa sangat minim. Maka, identitas ideology IMM yang niscaya terefleksikan dalam praksis gerakan IMM perlu dikaji.
Dalam tataran konseptual sebenarnya IMM memiliki sebuah konsep yang komprehensif. Trilogi Iman-Ilmu-Amal yang kemudian juga berkaitan dengan Trilogi lahan garapan Keagamaan-Kemasyarakatan-Kemahasiswaan dan juga trikompetensi kader Religiuitas-Intelektualitas-Humanitas memiliki konsep yang khas dibanding pola gerakan lain. Hal ini bisa dilihat dalam struktur organisasi IMM yang ingin mengakomodasi semua realitas Mahasiswa : Bidang IPTEK yang berorientasi pada Profesionalisme, Bidang Sosek yang berorientasi pada Gerakan Kongkrit Pemihakan-Dakwah-Pemberdayaan dan Bidang Khikmah yang berorientasi pada peran IMM sebagai organ intelektual kritis-etis-politis.
Dari asal katanya, kata intelek berasal dari kosa kata latin: Intellectus yang berarti pemahaman, pengertian, kecerdasan. Sedangkan kata intelektual berarti suatu sifat cerdas, berakal, dan berfikiran jernih berdasarkan ilmu pengetahuan. Kata intelektual juga berkonotasi sebagai kaum yang memiliki kecerdasan tinggi atau juga disebut kaum cendekiawan.
Bila didasarkan pada pengertian harfiah tentang intelek atau intelektual yang berkaitan tentang akal fikiran atau mentalitas berdasarkan kemauan berfikir Al Qur’an banyak membahas. Sebagai contoh tentang akibat orang-orang bodoh. Pada Surat Al An’aam ayat 119. dijelaskan tentang orang-orang yang melampaui batas kerena tidak berpengetahuan. Atau surat Al An’aam ayat 144 tentang relasi ketiadaan pengetahuan dengan kezaliman. Hal ini sejalan dengan pengakuan keberadaan akal seperti pada Az Zumar ayat 91. dan kedudukan bagi orang yang berilmu seperti ayat.
Dari istilah intelektual muslim (Islam) Dawam Raharjo mengartikan bahwa ke-intelektualan adalah ekspresi dari ke-Islaman. Atau yang lebih jelas lagi, ke-Intelektualan adalah konsekuensi dari ke-Islaman. Artinya, bahwa sikap, budaya, kompetensi (dan status) intelektual seorang muslim adalah ekspresi dan konsekuensi dari deklarasi ke-Islaman muslim tersebut. Sehingga tampak secara tegas perbedaan antara orang Islam yang intelektual dan non-Islam yang intelektual. Ke-intelektualan seorang muslim adalah dikarenakan ke-Islamannya, sedangkan ke-intelektualan non muslim tidak berdasarkan ke-Islaman. Pengertian di atas hanya berdasarkan sebab terjadinya suatu ke-intelektualan, sedangkan hasil kongkrit (materiil) dari suatu ke-intelektualan non-muslim bisa saja lebih canggih atau lebih primitive.
Dari konsep intelektual Islam, terlebih dahulu perlu dikaji konsep Ulil Albab. Istilah Ulil Albab di dalam Al Qur’an terdapat pada beberapa ayat. Salah satu ayat tertera pada Ayat ke 190-191 Surat Al Ali Imron.

“Sesungguhnya, dalam (proses) penciptaan langit dan bumi, dan (proses) pergantian malam dan siang, adalah tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi ulil albab (orang-orang yang berfikir [menggunakan intelek mereka]). Yaitu orang-orang yang berzikir (berlatih diri dalam mencapai tingkat kesadaran akan kekuasaan Allah) dalam keadaan berdiri, duduk, dan dalam keadaan terlentang, dan senantiasa berfikir tentang (proses) penciptaan langit dan bumi, (sehingga mereka menyatakan) wahai Tuhan kami, Engkau tidak menciptakan semua ini dalam keadaan sia-sia. Maha suci Engkau, peliharalah kami dari siksa api neraka” (QS 3: 190-191)
Sejarah Berdirinya IMM
Pada dasarnya IMM didirikan atas dua faktor integral, yaitu faktor internal dan eksternal.
1. Faktor Internal
Aspek internal kelahiran IMM lebih dominan pada idealisme untuk mengembangkan ideologi Muhammadiyah, yaitu faham dan cita-cita Muhammadiyah. Pada awalnya dalam gerakan dakwahnya, Muhammadiyah telah memiliki organisasi otonom (ortom) seperti Pemuda Muhammadiyah dan Nasyi’atul Aisyiyah yang dianggap cukup mampu menampung mahasiswa dan putra-putri Muhammadiyah untuk melaksanakan aktivitas keilmuan, keagamaan dan kemasyarakatan. Namun pada Muktamar Muhammadiyah ke-25 di Jakarta tahun 1936, dihembuskan cita-cita untuk mendirikan perguruan tinggi Muhammadiyah sekaligus agar mampu menghimpun mahasiswa Muhammadiyah dalam sebuah wadah organisasi otonom. Namun cia-cita itu lama terendapkan seiring dengan sejarah pergerakan kemerdekaan Indonesia, sampai dirintisnya Fakultas Hukum dan Filsafat PTM di Padang Panjang tahun 1955 dan Fakultas Pendidikan Guru di Jakarta tahun 1958.
Sementara Pemuda Muhammadiyah sendiri dalam Muktamar Muhammadiyah tahun 1956 menginginkan untuk menghimpun pelajar dan mahasiswa Muhammadiyah menjadi organisasi terpisah dari pemuda Muhammadiyah. Langkah selanjutnya dalam Konferensi Pimpinan daerah (KOPINDA) Pemuda Muhammadiyah se-Indonesia di Surakarta, akhirnya diputuskan untuk mendirikan Ikatan Pelajar Mahasiswa (IPM), dimana mahasiswa Muhammadiyah tergabung di dalamnya. Pasca lahirnya beberapa PTM pada akhir tahun 1950-an mendorong semakin kuatnya keinginan untuk mendirikan organisasi mahasiswa Muhammadiyah.
Berdasarkan pada hasil Muktamar I Pemuda Muhammadiyah 1956 dan diadakannya kongres mahasiswa Muhammadiyah di Yogyakarta (atas inisiatif mahasiswa dari Malang, Yogyakarta, Bandung, Surabaya, Makassar, dan Jakarta) menjelang Muktamar Muhammadiyah tahun 1962, yang merekomendasikan dilepaskannya departemen kemahasiswaan dari Pemuda Muhammadiyah. Sebagai tindak lanjut, dibentuk kelompok Dakwah Mahasiswa yang dikoordinir oleh Ir. Margono, dr. Sudibyo Markus, dan Drs. Rosyad Saleh. Ide pembentukan ini berasal dari Drs. Moh. Jazman Al-Kindi yang saat itu menjadi sekretaris PP Pemuda Muhammadiyah pada tanggal 14 Maret 1964 atau 29 Syawal 1384 H.

2. Faktor Eksternal
Realitas sejarah sebelum kelahiran IMM bahwa hampir sebagian besar putra-putri Muhammadiyah dikader oleh Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Dan HMI secara organisasi ikut dibesarkan dan didanai oleh Muhammadiyah dalam aktivitasnya. Ada apa antara Muhammadiyah dan HMI sebenarnya? HMI adalah organisasi mahasiswa underbow Masyumi (untuk pelajar-PII). Sementara Masyumi memiliki hubungan kultural dengan Muhammadiyah, karena Muhammadiyah dalam pemilu 1955 mendukung Masyumi (bukan seperti NU yang menjadi partai politik).
Pergolakan organisasi kemahasiswaan antara tahun 1950 s/d 1965 membawa perubahan peta pergerakan organisasi kemahasiswaan. Seiring dengan semakin dominannya PKI dalam percaturan politik mendekati tahun 1965. HMI yang identik dengan Masyumi menjadi sasaran politik pemberangusan lawan politiknya, PKI. Sehingga muncul desakan untuk membubarkan HMI atas dorongan PKI yang dekat dengan Presiden Soekarno. Kondisi itu merupakan sinyal bahaya bagi eksponen mahasiswa Muhammadiyah. Dibutuhkan organisasi alternatif untuk menyelamatkan kader-kader Muhammadiyah yang ada di HMI. Tapi kita tidak hanya melihat ini sebagai unsur keterpaksaan semata, melainkan unsur-unsur lain yang menjadi keharusan sejarah.

IMM dalam Sejarah Pergerakan Mahasiswa Indonesia
IMM merupakan kekuatan besar dalam setiap momentum perjuangan Mahasiswa Indonesia, disamping HMI, PMII, PMKRI, GMNI, dll. Perjalanan sejarah bangsa Indonesia yang unik menempatkan mahasiswa pada posisi istimewa sebagai pendobrak kemapanan sistem kekuasaan melalui berbagai fase bersejarah gerakan mahasiswa Indonesia. Mulai periode 1966, 1974 dan 1978, dan 1998 sampai 2002. IMM pada periode ini pun banyak melahirkan tokoh-tokoh bangsa seperti Dr. Jasman Al-Kindi, Prof. Dr. Amien Rais, Dr. Sudibyo Markus, Dr. Yahya Muhaimin, Dr. Bambang Sudibyo, Prof. Dr. Dien Syamsudin, hingga tokoh-tokoh muda yang ada di parlemen, birokrasi, parpol, akademisi dan lembaga-lembaga lain.
IMM lahir bukan dengan ciri gerakan aksi seperti KAMMI atau gerakan politik vertical seperti HMI. Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah sejak kelahirannya mendeklarasikan diri sebagai gerakan intelektual sekaligus gerakan sosial politik, dengan semboyan “unggul dalam intelektualitas, anggun dalam moralitas”. Sehingga ciri ini menempatkan IMM pada posisi yang agak jauh dari pergumulan kekuasaan ‘orde baru’ yang berakhir dengan reformasi 1998. Ketika organisasi kemahasiswaan lain sibuk dengan ‘cuci gudang’ pasca 1998, IMM masih tetap steril dari “generasi laten orde baru”.
Saat ini dan ke depan, keberadaan IMM akan semakin penting dan kian dihargai dalam pergumulan realitas kebangsaan, baik politik, sosial, ekonomi, budaya, maupun dalam dunia keilmuan. Terbukti IMM merupakan organisasi kemahasiswaan dengan jaringan terluas yang ada di 172 cabang di seluruh Indonesia. Secara historis posisi IMM diuntungkan dengan bersihnya IMM dari konspirasi politik orde baru yang penuh korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) yang telah melibatkan banyak elemen kemahasiswaan lain. Sementara IMM tetap konsisten dengan gerakan moral & intelektual, sebuah citra dan modal yang sangat berharga bagi perjalanan IMM ke depan.

Identitas IMM
• IMM adalah organisasi kader
IMM merupakan organisasi kaderisasi yang bergerak dibidang keagamaan, kemahasiswaan, dan kemasyarakatan dalam rangka mencapai tujuan Muhammadiyah.
• IMM sebagai Ortom Muhammadiyah
IMM merupakan organisasi otonom Muhammadiyah, menjiwai semangat Muhammadiyah sebagai gerakan dakwah khususnya di tengah-tengah mahasiswa, yaitu menegakkan Amar Ma’ruf Nahi Munkar, sebagai mana yang tertuang dalam ayat 104 surat Ali Imron yang berbunyi :
“dan hendaklah diantara kamu segolongan ummat yang menyeru kepada keutamaan, menyuruh kepada yang baik (ma’ruf) dan mencegah yang buruk (munkar), merekalahorang-orang yang menang (falah)”
• IMM sebagai gerakan Religius & Intelektual
Aktualisasi yang dilakukan merupakan proses integrasi dari nilai-nilai religius dan ilmiah, artinya pola gerakan yang dibangun senantiasa mengedepankan wacana dzikir dan fikir.
• Setiap kader IMM harus mencirikan:
1. Tertib dalam ibadah sebagai wujud ke-taqwa-an
2. Tekun dalam mengkaji dan mengamalkan ilmu
3. Konsisten dalam perjuangan keagamaan dan kemasyarakatan
Dan dalam memegang teguh identitas, Ikatan mahasiswa Muhammadiyah di setiap gerak perjuangannya telah meletakkan beberapa dasar falsafah:
1. Semua amal gerak harus diabadikan untuk Allah SWT.
2. Keikhlasan menjadi landasannya
3. Ridho Allah harus menjadi ghoyah terakhir, karena tanpa ridho-Nya tidak akan pernah ada hasilyang akan dicapai
4. Tenaga praksis (power of action) sangatlah menentukan, karena nasib kita akan sangat tergantung pada usaha dan perbuatan kita sendiri.

Misi & Visi IMM
Seperti yang dirumuskan dalam AD IMM, tujuan didirikannya IMM adalah: “Mengusahakan terbentuknya akademisi muslim yang berakhlak mulia dalam rangka mencapai tujuan Muhammadiyah”. Tujuan ini kemudian dijabarkan dalam bentuk misi yang wajib diemban oleh setiap kader ikatan yang terdiri dari misi keagamaan, keintelektualan, dan kemasyarakatan.
Visi adalah “seperangkat pengetahuan yang diyakini kebenarannya yang akan memberi arahan tujuan yang akan dicapai sekaligus memberi arahan proses untuk mencapai tujuan”. Dalam konseptualisasi gerakan ini visi yang dicita-citakan harus senantiasa terpelihara secara kokoh di dalam “state of mind” kader-kader persyarikatan yang dibina oleh Ikatan sebagai bentuk pelestarian dokrin dan loyalitas kelembagaan. Dengan demikian integrasi dari misi dan visi ikatan ini menjadi mainstream yang secara komunalitas akan membingkai kader-kader Ikatan dalam satu kerangka keseragaman paradigmatik atau pola pikir yang dikembangkan Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah.
Misi dan Visi gerakan IMM tertuang dalam Tri Kompetensi Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah adalah :
• Keagamaan (religiusitas)
Sebagai organisasi kader yang berintikan nilai-nilai religiusitas, IMM senantiasa memberikan pembaruan keagamaan menyangkut pemahaman pemikiran dan realisasinya, dengan kata lain menolak kejumudan. Menjadikan Islam dalam setiap proses sebagai idealitas sekaligus jiwa yang menggerakkan. Motto indah yang harus diaktualisasikan adalah :
“Dari Islam kita berangkat (landasan & semangat) dan kepada islam lah kita berproses (sebagai cita-cita)”
• Keintelektualan (Intelektualitas)
Dalam tataran intelektual IMM berproses untuk menjadi “centre of excellent”, pusat-pusat keunggulan terutama sisi intelektual. Organisasi ini diharapkan mampu menjadi sumber ide-ide segar pembaharuan. Sebagai kelompok intelektual, kader IMM harus berpikir universal tanpa sekat eksklusivisme. Produk-produk pemikirannya tidak bernuansa kepentingan kelompok dan harus bisa menjadi rahmat untuk semua umat.
• Kemasyarakatan (humanitas)
Perubahan tidak dapat terwujud hanya dengan segudang konsepsi. Yang tak kalah pentingnya adalah perjuangan untuk mewujudkan idealitas (manifestasi gerakan). Kader IMM harus senantiasa berorientasi objektif, agar idealitas dapat diwujudkan dalam realitas. Namun perlu dicatat, membangun peradaban tidak dapat dilakukan sendirian (eksclusif), dalam arti kita harus menerima dialog dan bekerjasama dengan kekuatan lain dalam perjuangan.
Profil Kader IMM
Tiga kompetensi dasar di atas harus terinternalisasi melalui proses dan kultur IMM. Indikasi dari terpenuhinya kemampuan-kemampuan tersebut dapat dinilai dari 3 kadar indikator, yaitu:
1) Kompetensi Dasar Keagamaan
 Akidah yang terimplementasi.
 Tertib dalam ibadah.
 Menggembirakan dakwah Islam amar ma’ruf nahi mungkar.
 Akhlaqul karimah.
2) Kompetensi Dasar Keintelektualan
 Kemampuan bersikap rasional dan logis.
 Ketekunan dalam kajian dan pengembangan ilmu pengetahuan.
 Pengembangan kemampuan manajerial.
 Terbuka terhadap pandangan baru.
 Memiliki tanggung jawab sosial dengan mengembangkan kesadaran ilmiah.
3) Kompetensi dasar Humanis atau Kerakyatan
 Agamis dan senantiasa setia terhadap keyakinan dan cita-cita.
 Rasa solidaritas sosial.
 Sikap kepemimpinan sosial dan kepeloporan.
 Bersikap kritis terhadap diri dan lingkungan.
 Kedewasaan sikap yang tercermin dari kedalaman wawasan.
 Berpribadi Muhammadiyah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar